Jujurlah Anakku, Kau Pasti Selamat!

Oleh : Ust Achmad Siddik Thoha

Wanita muda itu menatap jauh ke luar jendela. Dia terdiam seribu bahasa. Bukan karena berduka, tapi karena sedang berharap anaknya yang baru saja lenyap dari garis pandangnya bisa selamat sampai tujuan. Rasa haru dan harap menyelimuti sang sbu. Dia kagum dengan niat anaknya yang ingin memperdalam ilmu dengan mandiri di tempat jauh.

”Semoga engkau menjadi orang yang bisa menginspirasi kebaikan bagi banyak orang, anakku,” Desah halus sang ibu.

Di jalanan sepi dipinggiran hutan, tampak berjalan sosok mungil. Seorang anak kecil dengan tas yang digendongnya. Sang anak tampak gelisah. Berkali-kali dia memegang lingkar perutnya yang dilingkari sabuk terbuat dari kain. Sang ibu telah menaruh uang untuk perbekalannya selama perjalanan sebanyak 10 juta rupiah. Uang itu dilipat dengan rapi sehingga bisa terselip aman dibalik sabuk yang terlihat agak gendut.

”Anakku…berkata dan berbuat jujurlah dalam segala hal. Mudah-mudahan kamu akan selamat.” Pesan sang ibu tercinta terngiang terus di telinganya. Dia takkan melupakan pesan itu.

Kala lamunannya terpecah antara kekhawatiran kemanan dalam pejalanan dan nasehat ibunya, sang anak terkaget. Di depannya terjadi sebuah kejadian yang selama ini dibayangkan. Kegaduhan sedang terjadi. Beberapa orang dalam sebuah rombongan turun dari kendaaraan yang dinaikinya. Sementara beberapa orang berbaju hitam-hitam menghunus senjata tajam. Orang-orang berbaju hitam itu ternyata perampok jalanan terkenal kejam.

Salah sau perampok kemudian mendekati sang anak.

”Hei anak kecil, apa yang kau bawa?”

”Ini di ikat pingganggku, ada 10 juta rupiah.” Jawab sang anak.

Perampok itu mengira sang anak mengejek dirinya. Dia kemudian berlalu. Lalu datanglah teman perampok dan bertanya dengan pertanyaan yang sama. Sang anak juga mengatakan hal yang sama kemudian perampok itu meninggalkannya.

Datanglah sosok tinggi besar. Dia pemimpin perampok. Dia mendapat laporan tentang pengakuan sang anak yang dinilai aneh. Pemimpin perampok mendekat sambil memandangi sang anak dengan tatapan tajam.

”Apa yang kau bawa?”

”Sepuluh juta.” sang anak menjawabnya dengan mantap tanpa rasa takut.

”Dimana kau letakkan?”

”Di ikat pinggangku.”

”Periksa ikat pingganggnya.” Kemudian seorang anak buah perampok memeriksa ikat pinggang sang anak. Dia mendapatkan apa yang dikatakan sang anak.

Pemimpin perampok tertegun. Dia merenung. Dia sangat heran, dimana pun, orang yang dirampok akan berusaha menyelamatkan hartanya sebisa mungkin. Sedangkan anak ini, dengan polosnya memberitahu harta berharga yang tidak diketahuinya.

”Mengapa kau mengatakan yang sebenarnya?”

”Ibuku berpesan agar aku selalu berkata benar dan jujur. Aku berjanji tidak akan melanggarnya”

Tiba-tiba pemimpin perampok itu menangis. Sang anak dan anak buah perampok merasa heran. Apa yang membuat pemimpin perampok yang terkenal kejam dan ditakuti ini terasa lemah dihadapan anak kecil.

Sambil terisak, pemimpin perampok berkata,

”Kau menepati janji ibumu dan tidak ingin sekalipun melanggar amanahnya sedangkan kami ini telah bertahun-tahun melanggar larangan-Nya. Aku sangat malu, betapa membatunya hatiku selama ini hingga tak sadar terus saja melanggar larangan-Nya. Aku telah mengkhianati diriku dan Tuhan. Maka sejak saat ini, kami akan tobat. Kami akan meninggalkan perbuatan buruk kami.”

Anggota perampok juga mengikuti langkah pemimpinnya. Salah satu mereka berkata,

” Kau pimpinan kami dalam perampokan, maka kau juga pimpinan kami dalam bertobat.”

Perampok-perampok itu kemudian mengembalikan barang rampasan dari korban perampokannya.

Sikap jujur yang konsisten sang anak telah membawa keselamatan baginya. Tidak hanya itu, kejujurannya telah membawa inspirasi dan pertobatan para perampok. Keteguhan diri dalam mempertahankan kejujuran juga menyelamatkan kawanan perampok dari murka Tuhan karena mereka sudah bertobat. Benarlah perkataan sang ibu, “

”Anakku…berkata dan berbuat jujurlah dalam segala hal. Mudah-mudahan kamu akan selamat.”

***

Kejujuran bersumber dari kebenaran. Sejatinya sikap jujur adalah refleksi prinsip kebenaran. Orang yang jujur pastilah memilki sikap yang benar. Kebenaran dengan tameng kejujuran akan membawa pada keselamatan. Sebaliknya dusta akan menggiring pelakunya pada kecelakaan.

Seorang yang jujur pastilah juga pemberani. Jujur adalah berani mempertahankan kebenaran, meski pahit harus ditelan. Ia juga berani menanggung resiko dan tegar dalam kebenaran. Tak ada rasa takut bagi orang yang berpijak di atas kebenaran, karena Yang Maha Benar menjadi pelindungnya. Tak ada rasa sedih buat mereka yang jujur, karena Yang Maha Penyayang selalu memberi kegembiraan. Siapa pun yang akan menghinakan orang yang jujur maka ia akan mendapat kehinaan yang sangat karena mereka berani melecehkan kebenaran dari-Nya.

Jangan takut ketinggalan peluang karena bersikap jujur. Jangan takut berkata benar meski kepahitan hidup adalah akibatnya. Jangan sedih melihat kesuksesan orang yang melecehkan kebenaran, karena kesuksesannya justru adalah siksa dari-Nya.

*Terinspirasi dari kisah Sufi dari sebuah pengajian di Pondok Pesantren Kecil di Bogor