Cheating

"Cheating" kata yang baru aku temukan di salah satu halaman web ini aku jadikan judul tulisan kali ini. kalau kita cek di google translate maka arti kata cheting adalah Kecurangan. nah, dalam tulisan ini aku maksudkan kecurangan dalam ujian atau sering kita sebut mencontek

tanggal 17 - 27 oktober 2011, ya tanggal itu adalah hari Ujian tengah Semester di IPB.
Seperti biasa aku memang tidak terlalu mempersiapkan dengan baik untuk ujian kali ini. kembali sistem SKS (tapi kali ini sampe begadang.yah walaupun gak maksimal haha ). lumayan lah untuk ujian kali ini ada peningkatan usahanya.

ngomong-ngomong masalah ujian, jika kamu berada di Indonesia di negara gemah ripah loh jinawi ini tentunya kata mnecontek akan mengikuti kata ujian ini dalam benak kamu(jujur aja, aku juga gitu kok). mencontek sepertinya sudah sangat mendarah daging di negara ini. hanya sedikit orang yang sangat idealis untuk tidak mencontek atau memberikan contekan(Sama-sama curang).
masa-masa SMA, aku memang sering mencontek saat ujian. apa lagi saat ujian nasional.beeuuuh pake strategi boi nyonteknya. kalau ingat masa-masa itu jadi merasa nyesel dan kadang merasa lucu, kadang suka ketawa sendiri kalo inget masa-masa SMA. saat smp juga aku masih bisa loh kirim jawaban unas ke temen lewat sms (huahahaha)
hari ini 25 oktober 2011, godaan untuk mencontek datang dengan indahnya. ujian dengan meteri yang tidak pernah dipelajari saat kuliah dan pengawas yang tidak AWAS menurut saya. suasana kelas mulai tampak ramai beberapa saat ketika kami memasuki ruang ujian dan duduk manis sambil mengintip soal-soal ujian. salama 2 jam waktu ujian sangat terbuka lebar kesempatan untuk mencontek. tapi saya teringat ucapan seseorang "mencontek itu tidak boleh, curang akan menghasilkan sesuatu yang tidak barokah. hasil ujian kamu akan tercantum dalam ijazah dan ijazah kamu akan kamu gunakan untuk melamar pekerjaan dan nantinya kamu akan mendapatkan pekerjaan yang tidak barokah".
Di Jepang tindakan kecurangan atau mencontek sangat dilarang dan bahkan bisa di D.O dari universitas/instansi. saya ingat dulu saat salah ujian, sbelum ujian dosen menampilkan sebuah halaman web yang berisi seorang siswa di salah satu negara di penjara karena ketahuan mencontek. luar biasa...dosen yang telah memberikan pengantar itu dan kisah itu. makanya aku yakin temen-temen sekelasku sudah tahu akan hal itu, tapi pertanyaannya apakah tayangan itu telah merubah pola pikir mereka ? dan saya berani memberikan jawaban tidak semua anak telah mengambil hikmah dari kisah yang telah di tayangkan oleh dosenku itu.buktinya di kelas masih saja berjalan "kegiatan" contek mencontek. tapi dari sekian 110 anak di kelasku pasti ada orang yang telah mendapatkan pelajaran dari kisah itu dan salah satunya adalah aku. ya...dosen itu tidak pernah sedikitpun sia-sia dalam usahanya itu. dan sekarang saya juga akan berusaha untuk sedikit demi sedikit mengurangi pencontekan. dimulai dari sendiri dulu dan dari tuliasan ini.
semangat untuk jujur saat ujian
KARENA UJIIAN BUKAN HANYA SEKEDAR NILAI !!! kamu akan lebih PUAS saat kamu bekerja sendiri walaupun hasilnya tidak bagus...feel the diferent !!!

foot note:
2009..masa dimana aku masuk ke kampus hijau IPB. aku udah ninggalin kebiasaan mencontek saat Ujian (alhamdulillah, sesuatu banget). memang banyak perubahan yang terjadi saat aku sudah mulai kuliah di tempat ini. sistem (bukan sistem yang di buat resmi di ipb) yang telah membuatku seperti ini. banyak perubahan menuju arah yang lebih baik lagi. mimpi-mimpi ku sekarang lebih tertata, lebih bersemangat untuk menggapainnya, lebih, lebih dan semoga selalu menuju arah perbaikan yang lebih baik lagi untuk kedepannya. semangat bermanfaat ^^

Tolong Jaga Mata Saya

Oleh : Achmad Siddik Thoha

Hari-hari Gadis cantik itu dilalui dengan wajah murung. Ia bahkan membenci dirinya sendiri. Dia benci karena tak bisa melihat keindahan yang ada di dunia karena dilahirkan dalam keadaan buta.

Namun ada harapan yang mmbunacah di dadanya. Harapan itu adalah seorang pemuda, tetangganya yang sering diceritakan oleh ayahnya. Setiap pemuda itu lewat depan rumahnya, ayah si gadis selalu memanggilnya.

“Coba kau dengar suara langkah itu. Langkah itu berasal dari seorang pemuda baik dan tampan, tetangga kita.”

Suatu hari si pemuda itu lewat depan rumah si gadis. Dengan tergesa-gesa gadis itu mendekati bunyi langkah tersebut. Suara itu seolah magnet yang menarik dirinya untuk mendekat.

”Apa kabar?” Kata Si pemuda itu.

”Sa..sa..ya..Ba...baik.” Gadis itu tergagap menjawab sapaan pemuda itu. Ia tak menyangka sapaan itu terlontar.

”Mari, saya pulang dulu.” Pemuda itu berlalu begitu saja.

”Ya...ya...silahkan.” jawab gadis itu. Ia mulai bisa menguasai dirinya.

Sejak itu rasa rindu akan langkah dan sapaan menghiasi hidup si gadis. Anehnya, pemuda itu hanya mengucapkan kata yang sama setiap lewat di depan rumah gadis itu.

”Apa kabar?”
”Mari, saya pulang dulu.”

Lebih aneh lagi, si gadis sangat bersuka cita meski hanya bisa membalas dengan kata yang sama pula, namun dalam suara yang tidak gagap

”Saya Baik.”
”Ya, silahkan.”

Peristiwa itu telah mengubah hari-hari yang tadinya diselimuti oleh kesedihan berubah menjadi hari penuh bunga dan lukisan pelangi di hati si gadis. Kehadiran si pemuda telah mengubah kesedihan menjadi keceriaan.

”Anakku, kemarin pemuda tetangga kita itu datang. Ia melamarmu. Bagaimana pendapatmu, apakah kau mau menerimanya?” Ayah si gadis melontarkan kalimat yang cukup mengejutkan.
Si Gadis tak sanggup menahan rasa harunya. Ia mengangguk pelan sambil mengucapkan syukur. Ada dua tetes air bening melintas menuruni pipinya. Ia menangis haru.

”Tapi, pemuda itu juga ingin pendapatmu. Seandainya kau bisa melihat nanti, apakah kau masih mau menikah dengannya?”

”Tentu saja, Ayah.” Jawab si gadis dengan tegas.

Suatu hari, Ayah si gadis mengajaknya ke rumah sakit. Ayahnya menerima sumbangan sepasang mata dari seseorang. Operasi mata berlangsung sukses dan si gadispun akhirnya bisa melihat keindahan dunia. Sebuah nikmat yang begitu ia nanti-nanti di sepanjang hidupnya.

Beberapa hari setelah bisa melihat, si gadis kedatangan tamu. Tamu itu ternyata seorang pemuda tampan berkaca mata hitam yang dituntun oleh lelaki tua. Pemuda itu melepas kaca matanya dan sungguh mengejutkan karena ternyata pemuda itu tidak mempunyai bola mata.

Pemuda itu lalu memulai pembiacaraan.

“Apa kabar?”

“Oh, sepertinya aku sangat kenal dengan suara ini.” Kata si gadis dalam hati.

Lalu orang tua pendamping pemuda itu menyampaikan maksud kedatangannya, bahwa kehadiran mereka kesini adalah menanyakan rencana pernikahan.

Gadis itu tampak terpukul mendengar maksud kedatangan tamunya. Ia lalu pergi meninggalkan tamunya itu masuk. Ia mengunci diri di kamar. Esok harinya ia menemukan sepucuk surat di atas meja di ruang tamu. Dalam surat itu hanya tertulis satu kalimat.

“Meskipun kamu tidak menerima saya lagi, tolong jaga mata saya.”

Dibawah surat itu tertera tanda tangan dan sebaris nama. Langsung gadis iu pingsan. Nama yang tertera itu adalah nama si pemuda tetangga yang saat dia buta begitu merindukannya dan dia bersedia menikah dengannya.

****

Sahabat, terkadang manusia melupakan masa pahitya ketika keadaan saat ini sedang dalam kesenangan. Kalaupun dia mengingatnya, hanya sedikit dan sekejap saja lalu melupakannya kembali. Mereka sering lupa pada orang-orang yang dulunya telah mengembalikan semangat hidupnya saat dia terjatuh. Mereka begitu mudah menghapus kenangan indah hidup bersama, saling berbagi dan merasa senasib sepenanggungan di saat sulit.

Sahabat, status seseorang bisa merubah pandangan yang dulunya cinta sekarang bisa menjadi benci. Dulu saat kehidupan menyakitkan, mereka menjadi teman akrab namun ketika hidup mulai nyaman berubah menjadi pesaing bahkan musuh.

Sahabat, tetaplah ingat pada masa-masa sulit beserta orang-orang yang berjasa membuat kita bertahan dan bangkit. Pelihara memori indah saat kita ditimpa ujian dan bersama siapa kita saat itu. Dan ketika badai kehidupan berlalu dan kita sudah berlabuh di dermaga kesenangan, ajaklah mereka untuk menikmati keindahan dunia bersama-sama, sama seperti ketika menikmati gelapnya dunia.

Aku Senang dengan Peluh Ini

by : Gugi Yogaswara


Dua puluh lima tahun sudah aku hidup di dunia ini. Aku tidak mengartikan semua mimpiku sebagai sebuah ilusi yang memberatkan dan melelahkan. Aku tidak akan terbebRatna atas semua mimpi yang sudah kutulis karena aku tidak akan melakukan semua itu hanya untuk diriku. Aku melihat banyak orang, aku melihat banyak tangisan, aku melihat banyak permasalahan sehingga aku dapat menuliskannya. Ia adalah sebuah rantai yang panjang dan rumit serta tak terlihat ujungnya. Apakah aku mempedulikannya? Nyatanya tidak terlalu. Karena aku sudah belajar banyak dari dunia dan makhluk yang ada di dalamnya. Mereka mengajarkanku akan sebuah pedoman dalam menggunakan sebuah alat. Alat yang semua orang miliki termasuk aku. Ya, awalnya akupun tidak sadar bahwa aku memilikinya. Tapi mereka mengajarkanku untuk menemukannya dan menggunakannya dengan bijak dan baik. Alat itu adalah diriku sendiri dengan segala atribut potensi dan bakat yang menyertainya.

Sehingga aku bisa menatap nanar dunia dengan penuh asa dan haru. Asa karena aku belum pernah merasakan menjadi orang yang begitu berguna untuk banyak orang. Haru karena aku belum melihat orang-orang merasakan kebahagiaan karena kehadiranku. Ya, untuk orang-orang, untuk mereka semua. Untuk para saudara-saudaraku seiman yang pula meneteskan airmata manakala melihat keadaan bangsa yang begitu memprihatinkan. Tapi, cukuplah orang-orang hanya mengetahui asa dan haru yang aku miliki, tak usahlah mereka mengetahui seberapa besar atau seberapa kecil pengorbanan yang aku lakukan. Tapi, sepertinya aku ingin sekedar memberikan sedikit inspirasi bagi orang-orang sekitar, aku share sedikit saja ya..

Setiap hari, setiap waktu, aku dilanda rasa gundah dan sesak karena ketidaktahuanku dan kebingunganku. Mulai dari mana aku dapat memberi? Mulai dari mana aku dapat mengasihi? Di tengah kebingunganku, aku dapatkan sebuah jawaban. Jawaban yang datang begitu saja seperti tanpa perantara. Jawaban yang masih samar sebenarnya, karena sampai sekarang pun aku masih belum mengetahui secara pasti apa arti dari jawaban itu. Jawaban itu berkata bahwa, “Aku harus mati-matian, dan bersungguh-sungguh. Tidak usah memedulikan seberapa banyak peluh yang kukucurkan dan seberapa luas noda darah yang ada dalam kerah bajuku. Tetaplah bergerak dan memberi dengan cara yang engkau punya dan potensi yang engkau miliki!!!”. Aku tidak menemukan sebuah jaminan yang pasti akan kebenaran dari jawaban itu. Aku tidak bisa melihat secara jelas apa yang akan dihasilkan setelah aku melakukan hal itu.

Tapi, aku nyaris putus asa seputus-putusnya. Aku nyaris kehabisan tenaga dan pikiran untuk mencari dimana jaminan dan gambaran yang jelas dari sebuah jawaban sumbang yang aku dapatkan tadi. Aku pun bertanya pada Allah untuk sekiranya menjawab kebingunganku ini. Sudah berkali-kali aku bertanya kepada-Nya, berkali-kali aku menangis tersungkur menghadap-Nya. Tapi Ia tidak memberikan tanda-tanda jawaban yang pasti. Aku pun semakin bingung karenanya. Tidak ada pilihan lain, aku harus menerapkan jawaban rumpang tadi.

Sehingga, aku tidak mengeluh jika mataku sakit menahan kantuk karena tidak tidur semalaman untuk membuat naskah tulisan suatu lomba karya tulis. Aku tidak memedulikan apa kata orang terhadap diriku. Aku hanya memandang tujuan hidup dan capaian pribadiku sebagai garis besar aktifitas harianku. Aku ingin membahagiakan keluargaku di sana, ingin menjadi orang kaya sehingga mudah untuk memberi rezeki kepada banyak orang. Aku tetap merasa riang dan gembira jika tidak aku temukan sedikitpun uang di kantongku. Aku hanya bisa beranggapan bahwa dengan naskah yang selalu aku tulis dapat memenangkan perlombaan sehingga aku dapat uang lagi untuk menebus hutang-hutangku. Jawaban rumpang ini terus aku lakukan dan lakukan. Bahkan aku sempat tergila-gila karenanya. Aku merancang sebuah mimpi besar di masa depan dan aku berpikir bahwa hanya aku yang dapat mewujudkannya.

Lima puluh tahun sudah aku hidup di dunia ini. Tak terasa, sudah bertahun-tahun aku lakukan apa yang disarankan oleh jawaban yang aku temukan secara tidak sengaja itu. Hatiku basah, mataku meleleh. Aku tidak lagi menghayati raihan yang sudah aku capai. Hatiku sudah tidak peka lagi dengan segala yang terjadi dengan diriku. Perasaanku sudah dikuasai oleh orang lain dan keluargaku sampai aku tidak pernah lagi merasakan betapa jauhnya usaha yang sudah kulakukan. Ya hatiku basah dan seketika pecah. Tidak pecah hingga hancur berkeping-keping, pecah karena rasa yang selama ini aku tahan sudah terlalu banyak dan kuat sehingga aku tak mampu lagi menahannya.

Saat kembali kulihat mereka, mereka menunjukkan sebuah senyum yang sangat mRatnas dan indah. Bahkan bukan hanya mereka, tapi seluruh alam ini bersenandung menghibur rasa haruku. Mereka semua berkata terimakasih dan selamat yang tidak terhingga.

Sempat aku bingung mengapa mereka sampai seperti itu terhadapku? Kenapa mereka sampai mengucurkan airmata dan menyebut-nyebut namaku. “Ayo, Rahmat…kamu pasti bisa…Bertahan!!!!”. Dalam hati, aku terkekeh-kekeh melihat mereka yang agak berlebihan menyemangatiku. Tapi aku tidak mempedulikan hal itu terlalu lama, aku lantas kembali mengkaji dan berkonsentrasi pada hatiku yang berkecamuk ini. Tak pernah rasanya aku merasakan hal ini sebelumnya. Atau sebenarnya pernah, hanya saja aku lupa dan berusaha terlalu keras untuk melupakannya. Tapi, sepertinya aku memang pernah merasakan hal ini sebelumnya. Suasana yang begitu haru dan sangat bergejolak penuh emosi. Apakah ini sebuah hasil dari sesuatu? Apakah ini merupakan sebuah pelengkap dari sebuah jawaban yang rumpang dulu?

Tapi, yang jelas, sesuai kebiasaanku, akan aku transformasikan seluruhnya menjadi sebuah kebahagiaan yang menentramkan dan tahan lama. Aku berusaha senyum kepada orang-orang disekitarku. Mereka mengelilingi ku dengan mimik muka yang sungguh menentramkan. Ya mereka tersenyum lebar, walaupun diantaranya sampai ada yang menangis. Aku pun berusaha membalas senyumnya dengan sekuat tenaga. Air mataku keluar dan mengalir kearah kuping kanan dan kiriku. Ia membasahi bantal putih nan bersih dan wangi di bawah kepalaku. Tapi, aku bingung setelahnya, kenapa mimik mereka berubah seketika? Tangisan mereka berubah menjadi tangisan sedih dan mengharu biru. Padahal, aku sudah merasa jauh lebih baik dan jauh lebih sehat dari sebelumnya. Aku pun heran, tapi aku hanya bisa tersenyum saja. Ya, aku hanya tinggal senyum saja yang lebar. Toh, mereka pun pasti tahu bahwa senyum adalah kebiasaanku. Walau seberat apapun kondisi yang aku hadapi, aku selalu bisa untuk tersenyum dan menghibur orang-lain.

Disana ada adik-adik kecilku, si Ratna dan Joni, yang kabarnya baru meraih gelar Ph.D di London University dan Ohio University. Ratna adalah perempuan yang dapat memperhatikan seseorang lebih dalam. Suatu ketika ia pernah menanyakan sesuatu kepada temannya tentang permasalahan yang dihadapi oleh temannya itu. Kemudian, tanpa panjang lebar, Ratna berkata, “Kalau kau ingin menangis, menangis saja. Tidak usah ditahan”. Padahal, aku tahu temannya itu tidak menunjukkan tanda-tanda bahwa ia sedang memiliki masalah berat. Kemudian ia menangis dan belakangan diketahui bahwa orangtuannya sudah bercerai. Tak heran jika ia memperoleh gelar cumlaude di Inggris sana. Aku ingat sekali, Ratna pernah marah-marah padaku dulu. Aku dibilang bodoh olehnya. Ia memperingatkanku untuk beristirahat, karena saat itu aku tidak lagi dapat merasakan kakiku karena terlalu lama dan banyak bepergian untuk mencari lowongan pekerjaan. Aku dimarahi olehnya karena perilakuku sudah diluar segala teori psikologi yang sudah ia pelajari, yakni sama sekali tidak memerhatikan kondisi tubuh dan hak pribadi demi mendapatkan hal yang aku inginkan. Tapi, walaupun begitu, aku tahu bahwa ia sebenarnya menyayangiku. Dan sepertinya ia juga tahu bahwa aku menyayanginya, walaupun aku yakin ia tidak bisa sampai mengira seberapa besar rasa sayangku padanya.

Sedangkan Joni, ia merupakan pemuda yang tampan dan gagah. Sebenarnya ia bukanlah adik kandungku. Almarhumah Ibuku menemukannya tergeletak begitu saja di depan pintu gubuk kami saat azan subuh berkumandang. Ibuku menamai bayi itu Joni, bukan fajar. Karena ibuku ingin memiliki anak laki-laki yang memiliki nama seperti orang barat. Aku manut saja walau aku terkekeh saat mendengarnya dinamai Joni. Saat itu aku masih berumur 12 tahun. Tanpa tahu penghasilan dari memulung sampah belakang komplek cukup atau tidak, ditambah lagi ibuku adalah single parent yang merawat satu orang anak, kemudian ditambah satu lagi, Joni Ambarawa. Seorang anak yang cerdas dan jenius. Pada umur 6 tahun dia sudah bisa menyelesaikan soal fisika tentang konsep tekanan fluida, karena ia tidak sengaja mendapati sebuah buku fisika SMA saat menemani ibu memulung di belakang komplek.



Ah, sungguh kenangan itu membuatku tersenyum sendiri jika mengingatkannya kembali. Aku pun tidak mengetahuinya secara pasti, apakah yang mereka rasakan sama dengan apa yang aku rasakan? Karena semenjak aku kuliah di Jakarta, aku meninggalkan mereka bertiga di kampung. Aku tahu itu sangat tidak bertanggung jawab. Pamanku pun mencelaku sebagai anak yang tidak berbakti. Tapi, ibuku hanya bisa senyum kala itu. Aku pun senyum dan berangkat meninggalkan mereka.

Aku sudah tergila-gila pada sebuah jawaban rumpang itu. Entah apa yang membuatku bisa begini. Aku tidak lagi memerhatikan apa yang ada di sekitarku jika itu adalah sebuah fenomena yang merepotkan dan memberatkan. Aku hanya punya tujuan jangka pendek yang mendesak dan jangka panjang yang sangat penting. Aku harus memenuhi seagala keperluan. Ku tatap nanar layar laptop rekan sekamarku dan secepat mungkin membuat tulisan naskah lomba karya tulis di berbagai daerah. Tak kuingat lagi apa yang sudah aku lakukan setiap hari. Karena aku selalu berpikir untuk mencari ide dan berpikir bagaimana keadaan orang-orang yang aku cintai di kampung.

Hahaha…masa muda yang indah. Aku cekikikan sendiri dan ingin menghapus airmataku yang meleleh. Tapi, airmata itu tetap mengalir ke bantal yang putih, bersih, dan wangi. Rasanya wangi ini tidak asing, ini semacam parfum antiseptik yang digunakan dokter untuk perawatan inap seorang pasien. Aku masih saja heran, kenapa orang-orang di sekitarku sampai seperti ini jadinya. Aku sering membuat mereka tertawa terbahak-bahak karena lelucon yang aku lakukan. Tapi, kok mereka semua menangis sekarang. Aku meraih tangan Ratna dan mendekapnya ke dadaku, dan mengatakan semuanya baik-baik saja. Tapi ia lagi-lagi tidak menggubrisku. Aku memeluk Joni dengan erat dan mengatakan semuanya akan kembali seperti semula. Ia tetap saja menangis. Aku hanya ingin menyampaikan pada semua orang yang ada di ruangan ini bahwa aku hanya akan pergi sebentar untuk menyusun karya tulis. Dan sepertinya ibuku sudah mulai tertarik untuk membuat karya tulis. Oleh karena itu, aku mau menemaninya beberapa saat. Aku juga ingin menyampaikan kepada mereka semua untuk terus berusaha, dan jangan memikirkan hal yang berat dan memberatkan. Memohonlah pada Allah sesering mungkin. Karena Allah telah melengkapi kebingunganku dengan sebuah hasil yang gemilang. Sehingga aku dapat menyekolahkan semua adikku ke luar negeri dan dapat membiayai semua keperluan pengobatan kanker ibu sampai ke pemakamannya. Allah pun telah menambah keyakinanku dengan menjadikanku seorang direktur yayasan pemberdayaan masyarakat miskin di daerahku. Kemudian aku pun dijadikan-Nya menteri sosial Negara ini, sehingga aku dapat mewujudkan cita-cita kecilku, yakni memberi sebanyak-banyaknya. “Sudahlah jangan kalian semua menangis. Aku hanya pergi sebentar, tapi sepertinya aku sulit untuk kembali, karena yang aku dengar disana tidak ada kereta api ekonomi AC yang menuju ke terminal Bogor lagi. Aku pun dengar disana tempatnya nyaman dan indah. Pemandangannya juga lebih bagus dari pada di Bogor dan sekitarnya. Jadi aku sarankan kalian juga untuk pindah kesana suatu saat. Aku hanya bisa menunggu bersama Ibu. Akan kubuat ibu pandai mengerjakan karya tulis, sehingga ia bisa ikut lomba sepertiku.”



Bogor, 19 April 2011

Pelajaran dari Google

Sekarang lihatlah Google, perusahaan tersebut sudah melampaui Yahoo!, apalagi Altavista dan Excite. Web portal yang dahulu digadang-gadang sebagai aplikasi yang akan menjadi homepage pengguna Internet dikalahkan oleh mesin pencari Google yang dulu diremehkan. Ada dua pelajaran yang bisa dipetik dari kisah Google ini:

1. Ide cemerlang kita boleh jadi dianggap remeh orang lain. Dan satu-satunya cara untuk membuktikannya adalah dengan mewujudkannya sendiri.

Memang tidak mudah, apalagi jika yang menolak adalah perusahaan sekelas Yahoo!. Tapi jika kita memang memiliki tekad baja dan yakin bahwa ide kita benar-benar berkualitas, maka wujudkanlah. Jangan selalu merasa bahwa ide kita memiliki kekurangan sehingga enggan untuk mengimplementasikannya. Lihatlah solusi-solusi yang sudah ada dan bandingkanlah apakah solusi kita mampu mengatasi masalah lebih baik? Apa kelemahan dari solusi kita? Adakah cara untuk mengatasi atau meminimalisir kelemahan tersebut? Proses komputasi algoritma PageRank memerlukan waktu yang tidak sedikit. Namun Page dan Brin mampu mengatasinya dengan menggunakan komputasi paralel.
2. Jika tidak bisa menjadi yang pertama, jadilah yang lebih baik dari yang sudah ada.

Kisah seperti ini sudah banyak. Google bukan mesin pencari pertama, namun mampu menjadi yang terbaik hingga saat ini. Facebook bukan situs jejaring sosial pertama. Kita jangan berkecil hati karena ide kita sudah diimplementasikan oleh orang lain. Belum tentu implementasi orang lain tersebut lebih baik daripada implementasi kita.

Kembali Lagi

TPB...tingkat persiapan bersama mahasiswa IPB...ahh sudah dua tahun saya meninggalkan jenjang itu. meninggalkan segala sesuatu yang berhubungan dengan newbie di IPB. Sekarang sudah tingkat 3 euy...
tapi...masa-masa TPB selalu menyisakan kenangan yang luar biasa...TPB turut membentuk diri saya sehingga mencapai titik ini. Asrama, tempat makan konoha yang murahnya mantuaap, kamar mandi penuh, air habis, listrik mati dan banyak lagi kenangan yang akan selalu membekas.
satu kenangan yang sangat membekas saat saya masih TPB...waktu itu hari jumat, sama sperti sekarang. seperti biasa habis kuliah jam 11 langsung stanby di masjid tercinta Al-Hurriyah. pada awalnya tidak terfikirkan akan ada kejadian itu...shalat jum'at-kemudian sekitar 10 menit setelah shalat, marbot maju memberi pengumuman. "hari ini, ada saudara kita yang akan bersyahadat...bagi jamaah yang ingin menyaksikan silahkan menuju shaf pertama"...kaget, penasaran, senang, bingung...perasaan saat itu bercampur pokoknya..
prosesi pun dilakukan...seorang mahasiswa IPB kalo gak salah Fakultas Ekologi Manusia...10 menit...kurang lebih selama itu prosesinya, tidak terasa saya tidak bisa membendung air mata untuk tidak keluar...saya menangis waktu itu...luar biasa, subhanallah. this is my first time...
hari ini juma'at 14 Oktober 2011...kejadian serupa terjadi lagi di tempat yang sama pula.dia yang telah kembali (istilah ust syam) seorang security di sebuah perumahan dekat kampus. perasaan itu kembali dan airmata itupun juga ada...alhamdulillah masih ada ^^
iya dia yang telah kemabali lagi (Red : ISLAM). pada dasarnya semua manusia diciptakan dalam keadaan muslim namun, orang tuanyalah yang menjadikan dia seorang nasrani, yahudi, majusi dan lainny. dan kini dia telah kembali, dia telah menemukan jalan yang selama ini telah dia tinggalkan. tepatnya Allah yang telah menunjukkan jalan itu padanya. sesungguhnya jika Allah berkendak maka Allah bisa menjadikan semua umat di dunia adalah islam. sangat luar biasa rencana Allah...
tetap ikhtiar...sabar dan ikhlas dalam berjuang !!!