Jujurlah Anakku, Kau Pasti Selamat!

Oleh : Ust Achmad Siddik Thoha

Wanita muda itu menatap jauh ke luar jendela. Dia terdiam seribu bahasa. Bukan karena berduka, tapi karena sedang berharap anaknya yang baru saja lenyap dari garis pandangnya bisa selamat sampai tujuan. Rasa haru dan harap menyelimuti sang sbu. Dia kagum dengan niat anaknya yang ingin memperdalam ilmu dengan mandiri di tempat jauh.

”Semoga engkau menjadi orang yang bisa menginspirasi kebaikan bagi banyak orang, anakku,” Desah halus sang ibu.

Di jalanan sepi dipinggiran hutan, tampak berjalan sosok mungil. Seorang anak kecil dengan tas yang digendongnya. Sang anak tampak gelisah. Berkali-kali dia memegang lingkar perutnya yang dilingkari sabuk terbuat dari kain. Sang ibu telah menaruh uang untuk perbekalannya selama perjalanan sebanyak 10 juta rupiah. Uang itu dilipat dengan rapi sehingga bisa terselip aman dibalik sabuk yang terlihat agak gendut.

”Anakku…berkata dan berbuat jujurlah dalam segala hal. Mudah-mudahan kamu akan selamat.” Pesan sang ibu tercinta terngiang terus di telinganya. Dia takkan melupakan pesan itu.

Kala lamunannya terpecah antara kekhawatiran kemanan dalam pejalanan dan nasehat ibunya, sang anak terkaget. Di depannya terjadi sebuah kejadian yang selama ini dibayangkan. Kegaduhan sedang terjadi. Beberapa orang dalam sebuah rombongan turun dari kendaaraan yang dinaikinya. Sementara beberapa orang berbaju hitam-hitam menghunus senjata tajam. Orang-orang berbaju hitam itu ternyata perampok jalanan terkenal kejam.

Salah sau perampok kemudian mendekati sang anak.

”Hei anak kecil, apa yang kau bawa?”

”Ini di ikat pingganggku, ada 10 juta rupiah.” Jawab sang anak.

Perampok itu mengira sang anak mengejek dirinya. Dia kemudian berlalu. Lalu datanglah teman perampok dan bertanya dengan pertanyaan yang sama. Sang anak juga mengatakan hal yang sama kemudian perampok itu meninggalkannya.

Datanglah sosok tinggi besar. Dia pemimpin perampok. Dia mendapat laporan tentang pengakuan sang anak yang dinilai aneh. Pemimpin perampok mendekat sambil memandangi sang anak dengan tatapan tajam.

”Apa yang kau bawa?”

”Sepuluh juta.” sang anak menjawabnya dengan mantap tanpa rasa takut.

”Dimana kau letakkan?”

”Di ikat pinggangku.”

”Periksa ikat pingganggnya.” Kemudian seorang anak buah perampok memeriksa ikat pinggang sang anak. Dia mendapatkan apa yang dikatakan sang anak.

Pemimpin perampok tertegun. Dia merenung. Dia sangat heran, dimana pun, orang yang dirampok akan berusaha menyelamatkan hartanya sebisa mungkin. Sedangkan anak ini, dengan polosnya memberitahu harta berharga yang tidak diketahuinya.

”Mengapa kau mengatakan yang sebenarnya?”

”Ibuku berpesan agar aku selalu berkata benar dan jujur. Aku berjanji tidak akan melanggarnya”

Tiba-tiba pemimpin perampok itu menangis. Sang anak dan anak buah perampok merasa heran. Apa yang membuat pemimpin perampok yang terkenal kejam dan ditakuti ini terasa lemah dihadapan anak kecil.

Sambil terisak, pemimpin perampok berkata,

”Kau menepati janji ibumu dan tidak ingin sekalipun melanggar amanahnya sedangkan kami ini telah bertahun-tahun melanggar larangan-Nya. Aku sangat malu, betapa membatunya hatiku selama ini hingga tak sadar terus saja melanggar larangan-Nya. Aku telah mengkhianati diriku dan Tuhan. Maka sejak saat ini, kami akan tobat. Kami akan meninggalkan perbuatan buruk kami.”

Anggota perampok juga mengikuti langkah pemimpinnya. Salah satu mereka berkata,

” Kau pimpinan kami dalam perampokan, maka kau juga pimpinan kami dalam bertobat.”

Perampok-perampok itu kemudian mengembalikan barang rampasan dari korban perampokannya.

Sikap jujur yang konsisten sang anak telah membawa keselamatan baginya. Tidak hanya itu, kejujurannya telah membawa inspirasi dan pertobatan para perampok. Keteguhan diri dalam mempertahankan kejujuran juga menyelamatkan kawanan perampok dari murka Tuhan karena mereka sudah bertobat. Benarlah perkataan sang ibu, “

”Anakku…berkata dan berbuat jujurlah dalam segala hal. Mudah-mudahan kamu akan selamat.”

***

Kejujuran bersumber dari kebenaran. Sejatinya sikap jujur adalah refleksi prinsip kebenaran. Orang yang jujur pastilah memilki sikap yang benar. Kebenaran dengan tameng kejujuran akan membawa pada keselamatan. Sebaliknya dusta akan menggiring pelakunya pada kecelakaan.

Seorang yang jujur pastilah juga pemberani. Jujur adalah berani mempertahankan kebenaran, meski pahit harus ditelan. Ia juga berani menanggung resiko dan tegar dalam kebenaran. Tak ada rasa takut bagi orang yang berpijak di atas kebenaran, karena Yang Maha Benar menjadi pelindungnya. Tak ada rasa sedih buat mereka yang jujur, karena Yang Maha Penyayang selalu memberi kegembiraan. Siapa pun yang akan menghinakan orang yang jujur maka ia akan mendapat kehinaan yang sangat karena mereka berani melecehkan kebenaran dari-Nya.

Jangan takut ketinggalan peluang karena bersikap jujur. Jangan takut berkata benar meski kepahitan hidup adalah akibatnya. Jangan sedih melihat kesuksesan orang yang melecehkan kebenaran, karena kesuksesannya justru adalah siksa dari-Nya.

*Terinspirasi dari kisah Sufi dari sebuah pengajian di Pondok Pesantren Kecil di Bogor

Bismillah ^^

Profil Pribadi
Dua puluh satu tahun silam, tepatnya di sebuah pesisir pantai pulau madura. Saat itu adzan madrib berkumandang dan bersamaan dengan tangisanku pada 9 Juni 1990 silam. Salah seorang pemenang dari berjuta-juta sperma yang bersaing untuk membuahi ovum telah lahir kedunia yang sangat indah ini.
Lahir dari seorang bapak dan ibu yang luar biasa. Dengan segala keterbatasannya sebagai orang desa. Bapak hanya tamatan SD dan ibu bahkan sudah berhenti sekolah saat kelas 3 SD. Pada awalnya bapak bekerja sebagi kuli bangunan, bukan sekedar kuli, beliau adalah leader dari kelompok kuli saat itu, entah dari mana beliau mendapatkan ilmu dalam mendesain sebuah rumah. Ibu merupakan anak tunggal dari nenekku, belia sangat telaten dan ulet dalam bekerja. Buktinya saat saya kelas dua dan mempunyai seorang adik laki-laki, saat itu perekonomian keluarga kami semakin membaik. Keluarga kami mendirikan sebuah toko barang kebutuhan sehari-hari. Bapak berhenti dari pekerjaan lamanya karea penyakit asma yang memaksanya, kini di Toko ibu lah yang aktif dari bapak, mulai melayani pelanggan, mejaga toko dll. Itu sekelumit kehidupan keluarga ku
Aku tumbuh menjadi anak yang termasuk pintar dalam kampungku, menjadi anak yang berbeda dari kebanyakan anak di kampung. Alhamdulillah sampai sekarang masih diberi kesempatan untuk sekolah di sekolah yang hebat. Dan sepertinya ini akan menjadi yang terakhir, ya S1 akan menjadi jenjang terakhir sekolahku dan itu sudah saya sampaikan pada ibu dan bapak. Bukan karena kami kekurangan biaya atau apa, karena aku ingin lebih menekuni bidang yang aku sukai yakni entrepreneur, lebih pastinya nanti akan menjadi seorang entrepreneur yang paling banyak sedekahnya, paling banyak manfaatnya !!! aamiin
Untuk saat ini, aku berada di tingkat 3 IPB, tepatnya semester 6 Deprtemen Teknik Mesin dan Biosistem. Sebenarnya disini buka passion ku. Aku jalani di TMB 46 sangat tidak maksimal, makanya IPK pas-pasan (nyengir). Tapi saat kuliah di IPB ini tidak boleh disia-siakan, aku memanfaatkan untuk membangun banyak jaringan dan banyak teman disini, banyak pengalaman, banyak kegiatan menyenangkan di luar kuliah sana, banyak orang-orang luar biasa yang biasa dijadikan guru.
Aku mencatat 19 kelbihan yang aku miliki, kenapa hanya 19 ? ya karena aku suka angka 19. Angka istimewa dalam Al-Quran. Kalau di Buka 7 Keajaban Rezekinya mas Ippho namaya sidik jari kemenangan 1) saya adalah seorang muslim, ini merupaka keberuntungan dan kelebihan yang sangat mutlak, tak terbantahkan. 2) Sayang Allah, Rosulullah, Keluarga dan sesama. 3) Da’i, ya aku salah seorang hambanya yang tetntunya berkewajiban saling mengingatkan. 4) mempunyai impian mulia, nanti akan aku ceritakan lebih mendalam tentang ini. 5) mempunyai semangat membara. 6) Sudah mempunyai memulai usaha, dan alahmadulillah sebentar lagi jalan. 8) Suka bersedekah. 9) senang membuat orang lain senang. 10) pekerja keras. 11) Mau belajar. 12) tidak marah saat di kritik. 13) jujur. 14) tidak suka menyusahkan orang lain. 15) Madura’s People. 16) publik speaking lumayan oke. 17) norak dikit. 18) tidak neko-neko. 19) just Do it RIGHT now. Itu beberapa klebihan dan modal ku untuk mencapai impian itu.

Bisnis Impian
Untuk jangka pendek akan mengembangkan produk yang telah disetujui oleh dikti, “Rico Onigiri”. Pada awalnya si Rico ini sudah di ikutkan dalam youth Bussines Competition Joy Tea. Tapi sayangnya belum lolos karena belum masuk ternyata email yang aku kirimkan. Alhamdulillah ide ini disetujui oleh dikti pada tahun ini.
Saat ini (jangka pendek) akan lebih fokus untuk pengembangan Rico Onigiri menjadi salah satu makanan favorit di kampus IPB dan beberapa kampus di daerah bogor lainnya. Saat ini masih dalam tahap try and eror pembuatan produk dan pada tanggal 7 maret akan dilangsungkan launching si Rico ini di salah satu pusat paling rame di IPB, kanti sapta lantai dasar FATETA IPB dan tentunya launching akan berjalan setelah melewati proses untuk jadi the best Rico sbelum itu.
Rico onigiri merupakan perpaduan makanan khas jepang ( meski hanya diambil bentuknya) dan makanan khas pulau kelahiranku, Madura (nasi jagung). Rico Onigiri (gambar 1) akan menjadi makanan yang akan mengobati para konsumen dengan makanan selain beras (hitung-hitung diversifikasi pangan) dan tergolong tidak terlalu menguras kantong mahasiswa.

Tarbiyah itu sederhana

artikel ini saya dapatkan dari Group PKS ku yang kucinta..dan say sangat suka dengan artikel ini....

Kalau harus menjelaskan kesan dari fenomena tarbiyah dalam satu kata saja, saya akan menggunakan kata kunci : “sederhana”. Ya, tarbiyah memang sebuah proses yang sangat sederhana, bersahaja, apa adanya, dan begitu mudah untuk dipahami. Tidak ada rahasia macam-macam, tidak ada resep khusus, tidak ada tips dan trik beraneka ragam yang bisa diajukan. Tarbiyah memang semestinya tetap sederhana.



Kalau Anda membaca risalah-risalah dakwah Hasan al-Banna, niscaya tidak akan Anda temukan pembahasan yang berat-berat, meliputi pembicaraan semacam filsafat, pemikiran dan semacamnya. Segala yang disampaikannya sederhana dan mudah dipahami. Tapi mungkin memang itulah kunci suksesnya.



Rasulullah saw. sendiri menjalankan proyek dakwahnya dengan sangat sederhana. Apa yang tidak bisa dipahami? Tuhan itu hanya satu, karena itu lupakan segala ketergantungan pada yang lain. Kembali pada ajaran tauhid Nabi Ibrahim as. yang murni, lepaskan diri dari segala bid’ah yang dipicu oleh hawa nafsu. Tinggalkan segala keberingasan jahiliah, berhenti membunuhi anak-anak perempuan, dan mulailah menjadi manusia yang baik. Sisihkan sebagian rizki buat orang lain, peliharalah kejujuran dalam kondisi apa pun. Jangan banyak mengeluh, karena kesabaran di dunia akan dibayar mahal dan tunai di akhirat. Bagian mana dari ajaran Islam yang sulit dipahami?



Para sahabat pun merespon dakwah Rasulullah saw. dengan cara yang amat sederhana, bahkan boleh dibilang kekanak-kanakan. Ketika mereka mendengar perintah untuk menyisihkan sebagian rizki yang didapatnya, mereka langsung gelisah memikirkan rizki yang mana yang sebenarnya merupakan jatah orang lain. Saking gelisahnya sampai-sampai Abu Bakar ra. memutuskan untuk menyedekahkan saja semua hartanya di jalan Allah. Mereka menerima perintah apa adanya, dengan pengertian yang paling sederhana. Demikianlah generasi terbaik.



Mereka yang tidak berpunya mengadukan kegundahan hatinya pada Rasulullah saw. Jika memang begitu besar keutamaan sedekah, maka orang-orang miskin adalah pihak yang paling buruk nasibnya. Begitu sederhana cara mereka merespon perintah Allah, dan sederhana pula solusinya : setiap orang tidak dibebani melainkan menurut kemampuannya masing-masing. Banyak harta artinya banyak kewajiban. Kalau tidak punya harta, setidaknya masih ada tenaga dan jiwa untuk dibaktikan di jalan yang benar.



Datang pula para Muslimah kepada Rasulullah saw. dengan pikirannya yang amat sederhana. Kaum lelaki mendapatkan banyak keutamaan dengan mencari nafkah dan jihad di jalan Allah ; lalu bagaimana nasib para Muslimah yang memfokuskan hidupnya untuk keluarga? Rupa-rupanya Islam memang telah mengadakan pembagian tugas yang amat jelas bagi lelaki dan perempuan. Para Muslimah tidak dibebani kewajiban untuk mencari nafkah dan ber-jihad karena mereka memiliki tugas yang sangat besar, yaitu memastikan kontinuitas dakwah dengan melahirkan dan membesarkan kader-kader handal yang akan mengharumkan bumi dengan kebaikan. Dari merekalah lahir orang-orang besar, dan kepada mereka pulalah para pejuang Islam mencari ketentraman hati.



Betapa sederhananya cara para sahabat merespon dakwah Rasulullah saw. Mereka mulai segala sesuatunya dengan cara yang paling sederhana. Setiap ayat yang mereka simak dari lisan Rasulullah saw. dicerna sedapat mungkin, dihapalkan, dipelajari, kemudian diamalkan. Mereka tidak malu melakukan amal sekecil apa pun, karena yakin bahwa kebaikan secuil pun akan menggunung jika dilakukan secara konsisten. Ketika melihat Rasulullah saw. shalat, mereka pun shalat. Qiyamul lail biar dua rakaat pun tak mengapa ; hanya hapal surah Al-Ikhlash dan An-Naas pun tak masalah. Bahkan orang pedalaman yang mengira dirinya wajar untuk kencing di dalam Masjid pun menerima ajaran Rasulullah saw. secara bertahap.



Begitulah tarbiyah, segalanya serba sederhana. Tarbiyah bukan berarti harus langsung berjilbab panjang, harus langsung tilawah 1 juz per hari, harus langsung shalat Dhuha setiap hari, dan sebagainya. Satu-satunya ‘yang harus’ adalah memiliki aqidah yang benar, yaitu yang berdasarkan tauhidullah. Kalau syarat ini sudah dipenuhi, maka ia berhak menerima tarbiyah. Tidak perlu mencibir kekurangannya, karena justru kekurangan pribadi itulah yang menyebabkan tarbiyah itu urgen bagi setiap Muslim.



Akhir-akhir ini saya menjumpai kader tarbiyah yang tidak lagi sederhana pikirannya. Ketika bicara tarbiyah yang muncul dalam pikiran hanya partai. Ada akhwat yang tadinya tidak berjilbab kini mengenakan jilbab yang ‘mencekik leher’, tapi masih juga dipandang sinis. Padahal, untuk sebuah langkah itu saja, ia mesti menempuh banyak rintangan, termasuk orang tua yang pikirannya masih sekuler. Ia sudah mati-matian men-tarbiyah dirinya sendiri, tapi apa dinyana saudara-saudaranya sendiri tidak memberi dukungan yang wajar didapatnya. Ada kader dakwah yang memandang segala sesuatunya dengan serba apatis. Bagaimana mau dakwah kalau objek dakwahnya tidak mau mendengar? Bagaimana mau menebar kebaikan jika negara tidak mendukung? Bagaimana mau memperbaiki nasib jika intelektualitas umat begitu rendah? Bagaimana umat mau diterima doanya kalau rizkinya masih berasal dari yang haram dan syubhat? Bagaimana mau maju kalau ekonomi umat terpuruk terus? Padahal pertanyaan yang seharusnya diajukan adalah : apa yang akan kita dakwahkan kalau segalanya sudah serba ideal?



Hasan al-Banna adalah seorang lelaki yang amat sederhana, menggunakan pola pikir yang amat sederhana, dan memandang segala sesuatunya dengan amat sederhana. Ia mendirikan organisasi berdasarkan konsep yang amat sederhana, dan dengan sangat bersahajanya dipilihkanlah nama : Ikhwanul Muslimin. Pesan dari nama ini begitu kuat namun mudah dipahami : setiap Muslim itu bersaudara. Inilah semangat yang menjadi karakter dalam dakwahnya. Sederhana, bukan? Memang, tapi justru yang seperti inilah yang dulu sempat membuat kekuatan zionis ketar-ketir.

http://akmal.multiply.com/journal/item/614/Tarbiyah_Itu_Sederhana_Saja

Welcome for the new me

tanggal 2 november 2011

refleksi bulan oktober, insyaallah bulan itu banyak memberikan aku pelajaran, susah senang telah saya lalui di bulan itu.masih terlalu sering lupa dengan nikmat Allah dan lupa kalo segala masalah pasti Allah bisa bantu untuk menyelasaikan."Hanya Engkaulah yang kami sembah, dan hanya kepada Engkaulah kami meminta pertolongan"

1 november 2011
hari ini aku tinggalin kegiatan dikampus untuk hari ini
, satu kuliah pagi dan 2 praktikum. hari ini sebenarnya juga ada satu agenda yang aku tinggalkan yaitu seminar nasioanal tentang swasembada garam(alhamdulillah Allah memberikan kesadaran bagiku untuk peduli tentang salah satu aset terbesar Madura). sebelumnya aku lupa ada salah satu agenda yang sudah aku rencanakan sejak sebelum 25 oktober 2011. ya bukan karena saya senga meninggalkan seminar nasional itu.
hari selasa tepatnya, baru ngeh kalo acaranya tanggal segitu dari temen dan lumayan kbingungan. eit...tunggu dulu, lupa jelasin aku ikutan apa sih tanggal 1 kemaren. begini ceritanya. sekitar awal oktober ada sebuah sms masuk yang penggalannya " kalau punya nyali, ayo ikut youth business competition...". aku coba cari di internet dan berhubung kemaren juga bikin PKMK jadi tinggal sedikit memodifikasi ide dari PKMK. aku kirim emailnya pada hari terakhir batas pengumpulan 25 oktober malem(hal yang aku sesalin, parah :D).
hari seminar, kesempatan kedua ku berkunjung ke UI Depok dan pengalaman pertama naik motor ke depok (sempet nyasar :D). berangkat dari bogor jam 8 sampe di depok jam 10 lumayan melelahkan tapi menyenangkan. loh !?!?. ceritanya udah masuk gedung seminarnya nih, di meja registrasi namaku gak tercantum (parah bgt), tp untung ada bukti sent item di email. di seminar pengisinya dari Pillar dan salah satu pengusaha muda sukses owner gantibaju.com mas anang(sumpah slengean bgt nih orang, tapi i like it,,,sellow norak dll lah). sesi terakhir adalah pengumuman peserta yang lolos semifinal, agak deg degan, tapi kok aku pikir makalah ku pasti gak bakalan diperiksa sama petugasnya soalnya hasilnya udah disegel mamen(ini nih, coba aku kirim makalahnya lebih cepat, insyaallah aku yakin bisa lolos lah soalnya tema dari peserta yang lolos lainnya mirip-mirip gitu sama bisnis planku tapi tentunya punyaku pasti different dengan mereka).
hari itu memang aku pulang dengan tangan hampa, tapi hati ini, kepala ini, semangat ini tersegarkan dengan adanya acara itu. dalam hati aku teriakkan " oke, tahun ini aku boleh gagal, tapi tahun depan aku JUARAnya".
november awal akan menjadi pembuka bagiku untuk bulan-bulan selanjutnya untuk menjadi lebih baik lagi for everything.

salam semangat bermanfaat (IvanMadura)

Cheating

"Cheating" kata yang baru aku temukan di salah satu halaman web ini aku jadikan judul tulisan kali ini. kalau kita cek di google translate maka arti kata cheting adalah Kecurangan. nah, dalam tulisan ini aku maksudkan kecurangan dalam ujian atau sering kita sebut mencontek

tanggal 17 - 27 oktober 2011, ya tanggal itu adalah hari Ujian tengah Semester di IPB.
Seperti biasa aku memang tidak terlalu mempersiapkan dengan baik untuk ujian kali ini. kembali sistem SKS (tapi kali ini sampe begadang.yah walaupun gak maksimal haha ). lumayan lah untuk ujian kali ini ada peningkatan usahanya.

ngomong-ngomong masalah ujian, jika kamu berada di Indonesia di negara gemah ripah loh jinawi ini tentunya kata mnecontek akan mengikuti kata ujian ini dalam benak kamu(jujur aja, aku juga gitu kok). mencontek sepertinya sudah sangat mendarah daging di negara ini. hanya sedikit orang yang sangat idealis untuk tidak mencontek atau memberikan contekan(Sama-sama curang).
masa-masa SMA, aku memang sering mencontek saat ujian. apa lagi saat ujian nasional.beeuuuh pake strategi boi nyonteknya. kalau ingat masa-masa itu jadi merasa nyesel dan kadang merasa lucu, kadang suka ketawa sendiri kalo inget masa-masa SMA. saat smp juga aku masih bisa loh kirim jawaban unas ke temen lewat sms (huahahaha)
hari ini 25 oktober 2011, godaan untuk mencontek datang dengan indahnya. ujian dengan meteri yang tidak pernah dipelajari saat kuliah dan pengawas yang tidak AWAS menurut saya. suasana kelas mulai tampak ramai beberapa saat ketika kami memasuki ruang ujian dan duduk manis sambil mengintip soal-soal ujian. salama 2 jam waktu ujian sangat terbuka lebar kesempatan untuk mencontek. tapi saya teringat ucapan seseorang "mencontek itu tidak boleh, curang akan menghasilkan sesuatu yang tidak barokah. hasil ujian kamu akan tercantum dalam ijazah dan ijazah kamu akan kamu gunakan untuk melamar pekerjaan dan nantinya kamu akan mendapatkan pekerjaan yang tidak barokah".
Di Jepang tindakan kecurangan atau mencontek sangat dilarang dan bahkan bisa di D.O dari universitas/instansi. saya ingat dulu saat salah ujian, sbelum ujian dosen menampilkan sebuah halaman web yang berisi seorang siswa di salah satu negara di penjara karena ketahuan mencontek. luar biasa...dosen yang telah memberikan pengantar itu dan kisah itu. makanya aku yakin temen-temen sekelasku sudah tahu akan hal itu, tapi pertanyaannya apakah tayangan itu telah merubah pola pikir mereka ? dan saya berani memberikan jawaban tidak semua anak telah mengambil hikmah dari kisah yang telah di tayangkan oleh dosenku itu.buktinya di kelas masih saja berjalan "kegiatan" contek mencontek. tapi dari sekian 110 anak di kelasku pasti ada orang yang telah mendapatkan pelajaran dari kisah itu dan salah satunya adalah aku. ya...dosen itu tidak pernah sedikitpun sia-sia dalam usahanya itu. dan sekarang saya juga akan berusaha untuk sedikit demi sedikit mengurangi pencontekan. dimulai dari sendiri dulu dan dari tuliasan ini.
semangat untuk jujur saat ujian
KARENA UJIIAN BUKAN HANYA SEKEDAR NILAI !!! kamu akan lebih PUAS saat kamu bekerja sendiri walaupun hasilnya tidak bagus...feel the diferent !!!

foot note:
2009..masa dimana aku masuk ke kampus hijau IPB. aku udah ninggalin kebiasaan mencontek saat Ujian (alhamdulillah, sesuatu banget). memang banyak perubahan yang terjadi saat aku sudah mulai kuliah di tempat ini. sistem (bukan sistem yang di buat resmi di ipb) yang telah membuatku seperti ini. banyak perubahan menuju arah yang lebih baik lagi. mimpi-mimpi ku sekarang lebih tertata, lebih bersemangat untuk menggapainnya, lebih, lebih dan semoga selalu menuju arah perbaikan yang lebih baik lagi untuk kedepannya. semangat bermanfaat ^^

Tolong Jaga Mata Saya

Oleh : Achmad Siddik Thoha

Hari-hari Gadis cantik itu dilalui dengan wajah murung. Ia bahkan membenci dirinya sendiri. Dia benci karena tak bisa melihat keindahan yang ada di dunia karena dilahirkan dalam keadaan buta.

Namun ada harapan yang mmbunacah di dadanya. Harapan itu adalah seorang pemuda, tetangganya yang sering diceritakan oleh ayahnya. Setiap pemuda itu lewat depan rumahnya, ayah si gadis selalu memanggilnya.

“Coba kau dengar suara langkah itu. Langkah itu berasal dari seorang pemuda baik dan tampan, tetangga kita.”

Suatu hari si pemuda itu lewat depan rumah si gadis. Dengan tergesa-gesa gadis itu mendekati bunyi langkah tersebut. Suara itu seolah magnet yang menarik dirinya untuk mendekat.

”Apa kabar?” Kata Si pemuda itu.

”Sa..sa..ya..Ba...baik.” Gadis itu tergagap menjawab sapaan pemuda itu. Ia tak menyangka sapaan itu terlontar.

”Mari, saya pulang dulu.” Pemuda itu berlalu begitu saja.

”Ya...ya...silahkan.” jawab gadis itu. Ia mulai bisa menguasai dirinya.

Sejak itu rasa rindu akan langkah dan sapaan menghiasi hidup si gadis. Anehnya, pemuda itu hanya mengucapkan kata yang sama setiap lewat di depan rumah gadis itu.

”Apa kabar?”
”Mari, saya pulang dulu.”

Lebih aneh lagi, si gadis sangat bersuka cita meski hanya bisa membalas dengan kata yang sama pula, namun dalam suara yang tidak gagap

”Saya Baik.”
”Ya, silahkan.”

Peristiwa itu telah mengubah hari-hari yang tadinya diselimuti oleh kesedihan berubah menjadi hari penuh bunga dan lukisan pelangi di hati si gadis. Kehadiran si pemuda telah mengubah kesedihan menjadi keceriaan.

”Anakku, kemarin pemuda tetangga kita itu datang. Ia melamarmu. Bagaimana pendapatmu, apakah kau mau menerimanya?” Ayah si gadis melontarkan kalimat yang cukup mengejutkan.
Si Gadis tak sanggup menahan rasa harunya. Ia mengangguk pelan sambil mengucapkan syukur. Ada dua tetes air bening melintas menuruni pipinya. Ia menangis haru.

”Tapi, pemuda itu juga ingin pendapatmu. Seandainya kau bisa melihat nanti, apakah kau masih mau menikah dengannya?”

”Tentu saja, Ayah.” Jawab si gadis dengan tegas.

Suatu hari, Ayah si gadis mengajaknya ke rumah sakit. Ayahnya menerima sumbangan sepasang mata dari seseorang. Operasi mata berlangsung sukses dan si gadispun akhirnya bisa melihat keindahan dunia. Sebuah nikmat yang begitu ia nanti-nanti di sepanjang hidupnya.

Beberapa hari setelah bisa melihat, si gadis kedatangan tamu. Tamu itu ternyata seorang pemuda tampan berkaca mata hitam yang dituntun oleh lelaki tua. Pemuda itu melepas kaca matanya dan sungguh mengejutkan karena ternyata pemuda itu tidak mempunyai bola mata.

Pemuda itu lalu memulai pembiacaraan.

“Apa kabar?”

“Oh, sepertinya aku sangat kenal dengan suara ini.” Kata si gadis dalam hati.

Lalu orang tua pendamping pemuda itu menyampaikan maksud kedatangannya, bahwa kehadiran mereka kesini adalah menanyakan rencana pernikahan.

Gadis itu tampak terpukul mendengar maksud kedatangan tamunya. Ia lalu pergi meninggalkan tamunya itu masuk. Ia mengunci diri di kamar. Esok harinya ia menemukan sepucuk surat di atas meja di ruang tamu. Dalam surat itu hanya tertulis satu kalimat.

“Meskipun kamu tidak menerima saya lagi, tolong jaga mata saya.”

Dibawah surat itu tertera tanda tangan dan sebaris nama. Langsung gadis iu pingsan. Nama yang tertera itu adalah nama si pemuda tetangga yang saat dia buta begitu merindukannya dan dia bersedia menikah dengannya.

****

Sahabat, terkadang manusia melupakan masa pahitya ketika keadaan saat ini sedang dalam kesenangan. Kalaupun dia mengingatnya, hanya sedikit dan sekejap saja lalu melupakannya kembali. Mereka sering lupa pada orang-orang yang dulunya telah mengembalikan semangat hidupnya saat dia terjatuh. Mereka begitu mudah menghapus kenangan indah hidup bersama, saling berbagi dan merasa senasib sepenanggungan di saat sulit.

Sahabat, status seseorang bisa merubah pandangan yang dulunya cinta sekarang bisa menjadi benci. Dulu saat kehidupan menyakitkan, mereka menjadi teman akrab namun ketika hidup mulai nyaman berubah menjadi pesaing bahkan musuh.

Sahabat, tetaplah ingat pada masa-masa sulit beserta orang-orang yang berjasa membuat kita bertahan dan bangkit. Pelihara memori indah saat kita ditimpa ujian dan bersama siapa kita saat itu. Dan ketika badai kehidupan berlalu dan kita sudah berlabuh di dermaga kesenangan, ajaklah mereka untuk menikmati keindahan dunia bersama-sama, sama seperti ketika menikmati gelapnya dunia.

Aku Senang dengan Peluh Ini

by : Gugi Yogaswara


Dua puluh lima tahun sudah aku hidup di dunia ini. Aku tidak mengartikan semua mimpiku sebagai sebuah ilusi yang memberatkan dan melelahkan. Aku tidak akan terbebRatna atas semua mimpi yang sudah kutulis karena aku tidak akan melakukan semua itu hanya untuk diriku. Aku melihat banyak orang, aku melihat banyak tangisan, aku melihat banyak permasalahan sehingga aku dapat menuliskannya. Ia adalah sebuah rantai yang panjang dan rumit serta tak terlihat ujungnya. Apakah aku mempedulikannya? Nyatanya tidak terlalu. Karena aku sudah belajar banyak dari dunia dan makhluk yang ada di dalamnya. Mereka mengajarkanku akan sebuah pedoman dalam menggunakan sebuah alat. Alat yang semua orang miliki termasuk aku. Ya, awalnya akupun tidak sadar bahwa aku memilikinya. Tapi mereka mengajarkanku untuk menemukannya dan menggunakannya dengan bijak dan baik. Alat itu adalah diriku sendiri dengan segala atribut potensi dan bakat yang menyertainya.

Sehingga aku bisa menatap nanar dunia dengan penuh asa dan haru. Asa karena aku belum pernah merasakan menjadi orang yang begitu berguna untuk banyak orang. Haru karena aku belum melihat orang-orang merasakan kebahagiaan karena kehadiranku. Ya, untuk orang-orang, untuk mereka semua. Untuk para saudara-saudaraku seiman yang pula meneteskan airmata manakala melihat keadaan bangsa yang begitu memprihatinkan. Tapi, cukuplah orang-orang hanya mengetahui asa dan haru yang aku miliki, tak usahlah mereka mengetahui seberapa besar atau seberapa kecil pengorbanan yang aku lakukan. Tapi, sepertinya aku ingin sekedar memberikan sedikit inspirasi bagi orang-orang sekitar, aku share sedikit saja ya..

Setiap hari, setiap waktu, aku dilanda rasa gundah dan sesak karena ketidaktahuanku dan kebingunganku. Mulai dari mana aku dapat memberi? Mulai dari mana aku dapat mengasihi? Di tengah kebingunganku, aku dapatkan sebuah jawaban. Jawaban yang datang begitu saja seperti tanpa perantara. Jawaban yang masih samar sebenarnya, karena sampai sekarang pun aku masih belum mengetahui secara pasti apa arti dari jawaban itu. Jawaban itu berkata bahwa, “Aku harus mati-matian, dan bersungguh-sungguh. Tidak usah memedulikan seberapa banyak peluh yang kukucurkan dan seberapa luas noda darah yang ada dalam kerah bajuku. Tetaplah bergerak dan memberi dengan cara yang engkau punya dan potensi yang engkau miliki!!!”. Aku tidak menemukan sebuah jaminan yang pasti akan kebenaran dari jawaban itu. Aku tidak bisa melihat secara jelas apa yang akan dihasilkan setelah aku melakukan hal itu.

Tapi, aku nyaris putus asa seputus-putusnya. Aku nyaris kehabisan tenaga dan pikiran untuk mencari dimana jaminan dan gambaran yang jelas dari sebuah jawaban sumbang yang aku dapatkan tadi. Aku pun bertanya pada Allah untuk sekiranya menjawab kebingunganku ini. Sudah berkali-kali aku bertanya kepada-Nya, berkali-kali aku menangis tersungkur menghadap-Nya. Tapi Ia tidak memberikan tanda-tanda jawaban yang pasti. Aku pun semakin bingung karenanya. Tidak ada pilihan lain, aku harus menerapkan jawaban rumpang tadi.

Sehingga, aku tidak mengeluh jika mataku sakit menahan kantuk karena tidak tidur semalaman untuk membuat naskah tulisan suatu lomba karya tulis. Aku tidak memedulikan apa kata orang terhadap diriku. Aku hanya memandang tujuan hidup dan capaian pribadiku sebagai garis besar aktifitas harianku. Aku ingin membahagiakan keluargaku di sana, ingin menjadi orang kaya sehingga mudah untuk memberi rezeki kepada banyak orang. Aku tetap merasa riang dan gembira jika tidak aku temukan sedikitpun uang di kantongku. Aku hanya bisa beranggapan bahwa dengan naskah yang selalu aku tulis dapat memenangkan perlombaan sehingga aku dapat uang lagi untuk menebus hutang-hutangku. Jawaban rumpang ini terus aku lakukan dan lakukan. Bahkan aku sempat tergila-gila karenanya. Aku merancang sebuah mimpi besar di masa depan dan aku berpikir bahwa hanya aku yang dapat mewujudkannya.

Lima puluh tahun sudah aku hidup di dunia ini. Tak terasa, sudah bertahun-tahun aku lakukan apa yang disarankan oleh jawaban yang aku temukan secara tidak sengaja itu. Hatiku basah, mataku meleleh. Aku tidak lagi menghayati raihan yang sudah aku capai. Hatiku sudah tidak peka lagi dengan segala yang terjadi dengan diriku. Perasaanku sudah dikuasai oleh orang lain dan keluargaku sampai aku tidak pernah lagi merasakan betapa jauhnya usaha yang sudah kulakukan. Ya hatiku basah dan seketika pecah. Tidak pecah hingga hancur berkeping-keping, pecah karena rasa yang selama ini aku tahan sudah terlalu banyak dan kuat sehingga aku tak mampu lagi menahannya.

Saat kembali kulihat mereka, mereka menunjukkan sebuah senyum yang sangat mRatnas dan indah. Bahkan bukan hanya mereka, tapi seluruh alam ini bersenandung menghibur rasa haruku. Mereka semua berkata terimakasih dan selamat yang tidak terhingga.

Sempat aku bingung mengapa mereka sampai seperti itu terhadapku? Kenapa mereka sampai mengucurkan airmata dan menyebut-nyebut namaku. “Ayo, Rahmat…kamu pasti bisa…Bertahan!!!!”. Dalam hati, aku terkekeh-kekeh melihat mereka yang agak berlebihan menyemangatiku. Tapi aku tidak mempedulikan hal itu terlalu lama, aku lantas kembali mengkaji dan berkonsentrasi pada hatiku yang berkecamuk ini. Tak pernah rasanya aku merasakan hal ini sebelumnya. Atau sebenarnya pernah, hanya saja aku lupa dan berusaha terlalu keras untuk melupakannya. Tapi, sepertinya aku memang pernah merasakan hal ini sebelumnya. Suasana yang begitu haru dan sangat bergejolak penuh emosi. Apakah ini sebuah hasil dari sesuatu? Apakah ini merupakan sebuah pelengkap dari sebuah jawaban yang rumpang dulu?

Tapi, yang jelas, sesuai kebiasaanku, akan aku transformasikan seluruhnya menjadi sebuah kebahagiaan yang menentramkan dan tahan lama. Aku berusaha senyum kepada orang-orang disekitarku. Mereka mengelilingi ku dengan mimik muka yang sungguh menentramkan. Ya mereka tersenyum lebar, walaupun diantaranya sampai ada yang menangis. Aku pun berusaha membalas senyumnya dengan sekuat tenaga. Air mataku keluar dan mengalir kearah kuping kanan dan kiriku. Ia membasahi bantal putih nan bersih dan wangi di bawah kepalaku. Tapi, aku bingung setelahnya, kenapa mimik mereka berubah seketika? Tangisan mereka berubah menjadi tangisan sedih dan mengharu biru. Padahal, aku sudah merasa jauh lebih baik dan jauh lebih sehat dari sebelumnya. Aku pun heran, tapi aku hanya bisa tersenyum saja. Ya, aku hanya tinggal senyum saja yang lebar. Toh, mereka pun pasti tahu bahwa senyum adalah kebiasaanku. Walau seberat apapun kondisi yang aku hadapi, aku selalu bisa untuk tersenyum dan menghibur orang-lain.

Disana ada adik-adik kecilku, si Ratna dan Joni, yang kabarnya baru meraih gelar Ph.D di London University dan Ohio University. Ratna adalah perempuan yang dapat memperhatikan seseorang lebih dalam. Suatu ketika ia pernah menanyakan sesuatu kepada temannya tentang permasalahan yang dihadapi oleh temannya itu. Kemudian, tanpa panjang lebar, Ratna berkata, “Kalau kau ingin menangis, menangis saja. Tidak usah ditahan”. Padahal, aku tahu temannya itu tidak menunjukkan tanda-tanda bahwa ia sedang memiliki masalah berat. Kemudian ia menangis dan belakangan diketahui bahwa orangtuannya sudah bercerai. Tak heran jika ia memperoleh gelar cumlaude di Inggris sana. Aku ingat sekali, Ratna pernah marah-marah padaku dulu. Aku dibilang bodoh olehnya. Ia memperingatkanku untuk beristirahat, karena saat itu aku tidak lagi dapat merasakan kakiku karena terlalu lama dan banyak bepergian untuk mencari lowongan pekerjaan. Aku dimarahi olehnya karena perilakuku sudah diluar segala teori psikologi yang sudah ia pelajari, yakni sama sekali tidak memerhatikan kondisi tubuh dan hak pribadi demi mendapatkan hal yang aku inginkan. Tapi, walaupun begitu, aku tahu bahwa ia sebenarnya menyayangiku. Dan sepertinya ia juga tahu bahwa aku menyayanginya, walaupun aku yakin ia tidak bisa sampai mengira seberapa besar rasa sayangku padanya.

Sedangkan Joni, ia merupakan pemuda yang tampan dan gagah. Sebenarnya ia bukanlah adik kandungku. Almarhumah Ibuku menemukannya tergeletak begitu saja di depan pintu gubuk kami saat azan subuh berkumandang. Ibuku menamai bayi itu Joni, bukan fajar. Karena ibuku ingin memiliki anak laki-laki yang memiliki nama seperti orang barat. Aku manut saja walau aku terkekeh saat mendengarnya dinamai Joni. Saat itu aku masih berumur 12 tahun. Tanpa tahu penghasilan dari memulung sampah belakang komplek cukup atau tidak, ditambah lagi ibuku adalah single parent yang merawat satu orang anak, kemudian ditambah satu lagi, Joni Ambarawa. Seorang anak yang cerdas dan jenius. Pada umur 6 tahun dia sudah bisa menyelesaikan soal fisika tentang konsep tekanan fluida, karena ia tidak sengaja mendapati sebuah buku fisika SMA saat menemani ibu memulung di belakang komplek.



Ah, sungguh kenangan itu membuatku tersenyum sendiri jika mengingatkannya kembali. Aku pun tidak mengetahuinya secara pasti, apakah yang mereka rasakan sama dengan apa yang aku rasakan? Karena semenjak aku kuliah di Jakarta, aku meninggalkan mereka bertiga di kampung. Aku tahu itu sangat tidak bertanggung jawab. Pamanku pun mencelaku sebagai anak yang tidak berbakti. Tapi, ibuku hanya bisa senyum kala itu. Aku pun senyum dan berangkat meninggalkan mereka.

Aku sudah tergila-gila pada sebuah jawaban rumpang itu. Entah apa yang membuatku bisa begini. Aku tidak lagi memerhatikan apa yang ada di sekitarku jika itu adalah sebuah fenomena yang merepotkan dan memberatkan. Aku hanya punya tujuan jangka pendek yang mendesak dan jangka panjang yang sangat penting. Aku harus memenuhi seagala keperluan. Ku tatap nanar layar laptop rekan sekamarku dan secepat mungkin membuat tulisan naskah lomba karya tulis di berbagai daerah. Tak kuingat lagi apa yang sudah aku lakukan setiap hari. Karena aku selalu berpikir untuk mencari ide dan berpikir bagaimana keadaan orang-orang yang aku cintai di kampung.

Hahaha…masa muda yang indah. Aku cekikikan sendiri dan ingin menghapus airmataku yang meleleh. Tapi, airmata itu tetap mengalir ke bantal yang putih, bersih, dan wangi. Rasanya wangi ini tidak asing, ini semacam parfum antiseptik yang digunakan dokter untuk perawatan inap seorang pasien. Aku masih saja heran, kenapa orang-orang di sekitarku sampai seperti ini jadinya. Aku sering membuat mereka tertawa terbahak-bahak karena lelucon yang aku lakukan. Tapi, kok mereka semua menangis sekarang. Aku meraih tangan Ratna dan mendekapnya ke dadaku, dan mengatakan semuanya baik-baik saja. Tapi ia lagi-lagi tidak menggubrisku. Aku memeluk Joni dengan erat dan mengatakan semuanya akan kembali seperti semula. Ia tetap saja menangis. Aku hanya ingin menyampaikan pada semua orang yang ada di ruangan ini bahwa aku hanya akan pergi sebentar untuk menyusun karya tulis. Dan sepertinya ibuku sudah mulai tertarik untuk membuat karya tulis. Oleh karena itu, aku mau menemaninya beberapa saat. Aku juga ingin menyampaikan kepada mereka semua untuk terus berusaha, dan jangan memikirkan hal yang berat dan memberatkan. Memohonlah pada Allah sesering mungkin. Karena Allah telah melengkapi kebingunganku dengan sebuah hasil yang gemilang. Sehingga aku dapat menyekolahkan semua adikku ke luar negeri dan dapat membiayai semua keperluan pengobatan kanker ibu sampai ke pemakamannya. Allah pun telah menambah keyakinanku dengan menjadikanku seorang direktur yayasan pemberdayaan masyarakat miskin di daerahku. Kemudian aku pun dijadikan-Nya menteri sosial Negara ini, sehingga aku dapat mewujudkan cita-cita kecilku, yakni memberi sebanyak-banyaknya. “Sudahlah jangan kalian semua menangis. Aku hanya pergi sebentar, tapi sepertinya aku sulit untuk kembali, karena yang aku dengar disana tidak ada kereta api ekonomi AC yang menuju ke terminal Bogor lagi. Aku pun dengar disana tempatnya nyaman dan indah. Pemandangannya juga lebih bagus dari pada di Bogor dan sekitarnya. Jadi aku sarankan kalian juga untuk pindah kesana suatu saat. Aku hanya bisa menunggu bersama Ibu. Akan kubuat ibu pandai mengerjakan karya tulis, sehingga ia bisa ikut lomba sepertiku.”



Bogor, 19 April 2011